Tuesday, June 27, 2017

Perjalanan Lain Menuju Bulan



Rasa-rasanya nama M. Aan Mansyur semakin sering muncul ke permukaan. Aan belakangan semakin produktif. Terakhir, memang ramai diperbincangkan karena Makassar Writers and Readers Festival. Kini, muncul dengan sebuah karya seni (iya, seni) bersama dengan jenis seni yang lain. Sebuah sajian yang belum umum di masyarakat kita.


Perjalanan Lain Menuju Bulan diawali dengan sebuah film karya Ismail Basbeth. Atau lebih dikenal dengan judul Another Trip to the Moon. Bagi yang sudah menonton Talak 3 rasanya tidak asing dengan nama sutradara satu ini. Apalagi Basbeth juga sempat muncul menjadi cameo pada film Ziarah (bersama dengan Hanung Bramantyo pula!).

Penulis: M. Aan Mansyur
Jumlah halaman: 112 halaman
Tahun terbit: 2017
Penerbit: Bentang Pustaka
Format: paperback
Harga: Rp60.000 di Gramedia
Rating Shiori-ko: 5/5
Sinopsis:

Berisi kumpulan puisi yang terinspirasi dari film Another Trip to the Moon karya Ismail Basbeth. Puisi-puisinya akan ditemani dengan ilustrasi, foto-foto, dan lagu-lagu yang juga diinspirasikan dari film tersebut.

***
pergi adalah kemestian
bagi seorang anak. pergilah.
bertualanglah. jangan hilang.
dan di antara segala
kemungkinan, pulang semata
satu pilihan.

kita tahu, ingatan tidak butuh
jam tangan—hanya seseorang
di kejauhan.

sebelum rela kau kulepaskan,
apa pun kelak menimpa hidupmu,
aku ibumu selamanya. pergilah.
kau tidak boleh merasa iba
dan bersalah.

biarkan jiwaku menghutan
bersama waktu dan pertanyaan:
di mana sesungguhnya ingatan
berumah. di kepala. di dada.
di angkasa.
atau di udara?

Jangan salah mengira, tertulis jelas pada sampul bahwa buku ini merupakan sebuah kolaborasi. Ismail Basbeth memang sutradara untuk film Another Trip to the Moon. Tetapi film bukanlah satu-satunya perhentian Basbeth untuk menyajikan sebuah karya seni. Memalui sastra (dan kolaborasinya), Basbeth ingin mengajak semua orang untuk tidak hanya menikmati melalui film. It is beyond that.

Pembaca akan disambut oleh tulisan Basbeth yang menjelaskan apa sebenarnya maksud dan isi dari buku ini. Memiliki judul bahasa Indonesia dari film yang ia buat, Basbeth menuturkan bagaimana kisahnya hingga akhirnya memutuskan untuk mengembangkan film tersebut menjadi sebuah karya literatur, dalam hal ini ialah puisi. Meski yang tertera dalam sampul ialah nama Aan, tetapi Basbeth juga menyebutkan ada banyak seniman lain yang memiliki andil dalam mewujudkan kolaborasi apik ini. 

Memang betul, ada tiga babak. Sebagaimana film Another Trip to the Moon itu. Pembaca akan disodori dengan foto-foto intepretasi dari film plus puisi. Tentu, khas sekali dengan sentuhan dari Aan Mansyur, seperti yang dikutip di awal resensi ini. 

Tidaklah sulit untuk memahami apa yang disampaikan Aan ke dalam puisi meskipun pembaca belum menonton filmnya. Apalagi bagi mereka yang sudah familiar dengan puisi-puisi karyanya. Membaca karya Aan kali ini menjadi mudah tetapi tidak kehilangan makna tersirat di baliknya. Dan seperti biasa, selalu ada rasa sedikit pilu yang menjadi ciri khas Aan.

Perjalanan Lain Menuju Bulan bisa dianggap sebagai sebuah bacaan cepat. Itu kalau pembaca tidak berusaha memahami dan meresapi makna puisinya secara mendalam. Sehabis tiga babak foto dan puisi, Basbeth kembali memberikan sebuah tulisan. Kali ini lebih mengarah kepada Another Trip to the Moon versi film. Basbeth menyadari, setelah pembaca menelusuri tiga babak puisi dan foto tersebut, pasti ada yang merasa tersesat. Bingung dengan maksudnya. Basbeth pun memberikan sebuah pencerahan.

Tidak berhenti sampai di situ, memang Another Trip to the Moon adalah sebuah film. Sebuah sajian yang memanjakan visual kita. Namun seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Basbeth ingin membawa judul tersebut lebih dari sekedar film. Melalui puisi, Basbeth ingin memuaskan suka manusia. Dengan Aan Mansyur yang diamanahkan untuk merepresentasikan ke dalam bentuk karya sastra. 

Foto pun juga disajikan sebagai bentuk memanjakan visual, meskipun hanya dalam warna hitam putih saja. Setidaknya menyederhanakan apa yang ditayangkan dalam film, dalam gambar yang bergerak itu. 

Ketika mata dan sukma sudah dipuaskan, Basbeth  juga membawa para musisi untuk merekam musik dari Perjalanan Lain ke Bulan. Sebuah keping CD disertakan dalam buku ini. Kali ini, telingalah yang dimanjakan. Mata dan telingan dan sukma. Itulah bagaimana cara Basbeth beserta para seniman (dan mungkin bisa disebut sebagai sastrawan juga) membawa sebuah film menjadi sesuatu yang baru.

Memberikan 5 bintang dari 5 adalah bentuk apresiasi betapa judul ini menyimpan emosi dan rasa. Sebab, maknanya dalam. Entah itu dinikmati menggunakan mata, sukma, atau telinga.

No comments:

Post a Comment