Sunday, May 22, 2016

Second Chance Summer

Penulis: Morgan Matson
Jumlah halaman: 468 halaman
Tahun terbit: 2013 (pertama kali terbit 2012)
Penerbit: Simon & Schuster Books for Young Readers
Harga: Rp 60.000 di Big Bad Wolf Jakarta 2016
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

From the Flying Start author of Amy & Roger’s Epic Detour, a powerful novel about hope in the face of heartbreak. 

Taylor Edwards’ family might not be the closest-knit—everyone is a little too busy and overscheduled—but for the most part, they get along just fine. Then Taylor’s dad gets devastating news, and her parents decide that the family will spend one last summer all together at their old lake house in the Pocono Mountains.

Crammed into a place much smaller and more rustic than they are used to, they begin to get to know each other again. And Taylor discovers that the people she thought she had left behind haven’t actually gone anywhere. Her former best friend is still around, as is her first boyfriend…and he’s much cuter at seventeen than he was at twelve.

As the summer progresses and the Edwards become more of a family, they’re more aware than ever that they’re battling a ticking clock. Sometimes, though, there is just enough time to get a second chance—with family, with friends, and with love.

Resensi Shiori-ko:
Sejak aku jatuh cinta dengan karya Matson yang berjudul Amy & Roger's Epic Detour, hingga akhirnya aku melanjutkan membaca Since You've Been Gone, aku jadi merasa bahwa Morgan Matson merupakan salah satu penulis YA favoritku sejauh ini (selain serial To The Boys I've Loved Before karya Jenny Han). Kejelian ketika berada pada Big Bad Wolf Jakarta 2016 & untungnya aku datang pada hari pertama, buku ini masuk ke dalam daftar buku yang didiskon. Tanpa banyak berpikir, langsung aku ambil saja. Dan benar, ketika seorang teman memutuskan untuk beli juga, ternyata barangnya sudah habis.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Morgan Matson selalu akrab dengan bahasanya yang memang cocok dengan anak remaja, khususnya para young readers. Memang, Matson berusaha meletakkan bahwa semua permasalahan yang dihadapi oleh tokoh utama adalah permasalahan yang mungkin sangat lumrah, tetapi Matson dengan cerdiknya membuat buku Second Chance Summer ini sebagai suatu tulisan yang bisa membuat pembacanya menjadi terharu. Padahal, Matson tidak bermain dengan diksi yang menye atau yang dengan mudah bisa membuat galau. Malah sebaliknya, Matson bermain dengan kecepatan perpindahan adegan.

Penyampaiannya bagiku agak sedikit mengganggu karena Matson berusaha untuk menceritakan apa yang dialami oleh Taylor Edwards 5 tahun yang lalu dan selama ia menghabiskan musim panasnya saat ini. Perpindahan waktu dari satu adegan ke adegan yang selanjutnya aku rasa terlalu cepat. Kadang tidak ada pemisah atau tanda tertentu sedang berada pada time line apakah si Taylor Edwards ini. Matson rasanya hanya berusaha menampilkan sesuatu yang memiliki pengaruh besar terhadap ceritanya ketimbang bertaruh dengan mempertahankan segala sesuatunya secara mendetil.

Plot
Misteri adalah induk dari permainan plot. Begitu pula dengan buku ini. Seperti apa yang dituliskan pada sinopsis, Matson mengajak pembaca untuk menerka-nerka apa yang terjadi dengan Taylor Edwards 5 tahun yang lalu dan apa pengaruhnya dengan kondisi Taylor Edwards yang sekarang. Maka dari itu, permainan plotnya pun maju mundur. Ada beberapa bab yang disajikan secara mundur, ketika Matson memutuskan untuk menceritakan kepada pembaca kejadian 5 musim panas yang lalu. Tetapi tentu saja ada yang terjadi pada saat ini.

Konfliknya tidak berada pada satu titik. Konfliknya terus mengalir. Satu konflik belum selesai, langsung ditambah dengan konflik selanjutnya. Tentu, masih dalam kapasitas yang wajar dihadapi seorang remaja dan hubungannya baik dengan teman maupun dengan keluarganya.

Penokohan
Tokoh yang benar-benar menjadi tokoh utama hanya Taylor Edwards. Bahkan Henry maupun Lucy, bagiku tidak digali terlalu dalam mengenai karakter dan latar belakang mereka. Buku ini hanya menuliskan apa yang dialami Taylor.

Taylor Edwards adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ia merasa tidak memiliki talenta khusus yang membuatnya istimewa di mata kedua orang tuanya maupun kaka & adiknya. Maka dari itu, ada saja cara yang dilakukan oleh Taylor untuk mendapatkan perhatian mereka. Tidak sampai di situ saja. Taylor juga merasa insecure. Wajar saja sih, untuk seorang remaja yang takur merasa tersaingi oleh teman-temannya. 

Keluarga Taylor merupakan keluarga yang menyenangkan, tetapi sayangnya mereka terlalu sibuk untuk berkumpul bersama. Tradisi menghabiskan musim panas di rumah musim panas mereka di negara bagian lain hampir saja hilang. Namun, karena suatu kejadian, keluarga Edwards memutuskan untuk kembali bersama dalam satu musim panas tersebut. 

Taylor sebenarnya tidak menyebalkan, namun ia merasa bahwa seseorang jangan sampai tidak memperhatikannya. Taylor senang berkumpul dengan orang lain, pribadinya juga menyenangkan. Bagiku, Taylor seperti remaja-remaja yang merasa kalau diam lebih baik ketimbang jujur saja di depan. Tidak salah kalau teman-temannya menjadi semakin menjaga jarak dengannya. Taylor bisa dicap sebagai remaja yang labil. Dia bisa dalam sekejap mata berubah pikiran dan membingungkan orang-orang di sekitarnya sebab ia tidak perlu banyak bicara. Ya, kurang lebih Taylor bisa dianggap sebagai sosok yang moody.

Isi Buku
Morgan Matson, untuk buku ini sukses membuat aku menangis terharuu ketika mencapai akhir buku. Kamu tidak akan menyangka kalau masalah yang dialami Taylor tergolong masalah yang kompleks untuk ukuran remaja SMA berusia 17 tahun. Hubungan dengan keluarganya mengalami suatu hal yang merubah hidup Taylor dari yang awalnya seorang attention seeker menjadi sosok yang caring. Bahkan dengan kakaknya yang Taylor saja malas untuk berbincang dengannya. 

Perubahan yang terjadi pada Taylor diceritakan secara bertahap namun dengan permainan plot yang menarik. Masalahnya juga dikeluarkan satu per satu. Meskipun buku ini memiliki akhir yang mengharukan, bukan berarti buku ini tidak memiliki humor. Ada bagian-bagian yang kalau kita biasa membaca humor remaja khas Amerika Serikat atau sering baca Buzzfeed, kita pasti akan langsung tertawa ringan. 

Isi bukunya tidak bertele-tele, namun yang terjadi adalah buku ini malah menjadi terlalu cepat. Aku sempat beberapa kali bingung dengan dimanakah posisi Taylor kini. Dalam satu bab saja, kadang ada bagian yang dari Taylor di pagi hari, tiba-tiba berpindah menjadi sore hari.

Meskipun begitu, aku suka dengan bagaimana buku ini ditulis. Morgan Matson memang juara untuk menghadirkan buku yang bisa membekas di hati dan tentu saja, konsep cinta yang universal yang ia bawa.

Saran Shiori-ko:
Second Chance Summer memang sebuah buku yang tidak bisa kamu ekspektasikan untuk hanya bercerita tentang seorang kekasih karena Morgan Matson menawarkan konsep bahwa cinta itu bersifat universal.

No comments:

Post a Comment