Friday, October 9, 2015

English Book and Me



Terdorong menulis perihal ini karena membaca tulisan kak Ren dengan topik yang sama. Masih melekat diingatanku bagaimana akhirnya aku mengumpulkan banyak motivasi untuk segera memulai membaca buku. Walaupun ternyata tidak secepat yang aku kira, pengalamanku ke salah satu Gramedia di Bandung ketika liburan zaman SD menjadi awal aku juga ingin bisa membaca buku berbahasa Inggris.


How It Started

I guess am a bit Matilda // sumber

when there is a will, there is a way -- Walt Disney
Seperti biasa, ayahku selalu menyempatkan diri ke Gramedia kemanapun tujuan kami. Kami sih biasa terpencar sendiri-sendiri di dalam toko buku. Aku ingat, aku tengah berkeliling toko, melihat-lihat buku yang siapa tahu bisa aku beli. Tepat di depanku aku melihat seseorang dengan tampilan mahasiswi membawa tumpukan buku. Bukan buku kuliah, melainkan buku fiksi semacam cerita-cerita atau novel yang waktu aku coba amati lebih cermat ternyata novel-novel impor. Aku yang masih SD dengan kemampuan bahasa Inggris pas-pasan pada saat itu ingin seperti mbak-mbak yang ada di depanku. Bisa membaca dan memborong buku dalam bahasa Inggris. 


All Hail Classmates!

seperti SpongeBob dan Patrick // sumber


Apa daya, hingga kelas 6 SD pun aku masih tidak berani menjerumuskan diriku sendiri untuk membaca bahan bacaan dalam bahasa Inggris. Ketika aku masuk ke salah satu SMP favorit di Surabaya, dorongan ini menjadi semakin kuat. SMP ku lokasinya di tengah kota. Dengan embel-embel favorit itu tadi, tentu saja yang menjadi siswa di sana berasal penjuru kota. Termasuk salah satu teman sekelasku ini. Namanya Atika Jasmine, anaknya cantik dan pintar sekali. Atika ini hobinya membaca dan dia duduk di belakang kursiku. Seringkali ia membawa bacaannya ke sekolah dan membacanya di kelas. Penasaran, kadang aku suka bertanya apa sih yang dia baca. Dengan baik hati ia menjelaskan, bahkan tidak jarang dia menawarkan kalau-kalau aku berminat meminjam bukunya. Serunya lagi, Atika juga senang berbagi rekomendasi buku yang sudah dia baca untuk aku baca dan siapa tahu kami bisa mendiskusikannya. 

Buku berbahasa Inggris yang akhirnya aku baca berjudul Letter to Sam (sekarang sudah ada terjemahannya). Atika merekomendasikannya padaku karena ia pikir aku akan suka dan dia tidak mengatakannya kalau buku itu berbahasa Inggris. Aku terima saja tanpa tahu bahwa buku itu tidak menggunakan bahasa Indonesia. Begitu tahu, jujur, aku merasa malu jika mengembalikannya lagi pada Atika dan mengatakan kalau aku tidak bisa membaca buku tersebut. Karena rasa malu tersebutlah akhirnya aku mencoba berusaha membacanya dan ternyata bisa selesai meskipun kecepatan membacaku seperti siput. 

Tidak hanya Atika, ketika aku SMP pun teman yang pernah sekelasku seperti Emma, Riris, dan Zm memang hobi membaca. Mereka tidak lagi sekedar bawa buku tipis ke sekolah. Mereka bisa membaca Harry Potter dan Eragon yang berbahasa Inggris. Melihat sekelilingku ternyata membaca bacaan bahasa Inggris, tentu aku ingin menjadi orang yang berada dalam lingkaran mereka. Meski harus bersusah payah, akhirnya aku lakoni saja dan tidak terasa aku bisa menyelesaikan sebuah buku.

Studied on Underdog Major

pretty much my college life back then // sumber


Ketika SMA karena ternyata nilaiku tidak cukup untuk masuk ke sekolah favorit Surabaya, aku berpisah dengan teman-temanku itu. Di SMA ini aku juga punya teman yang hobinya membaca, namun aku masih belum menemukan mereka yang membaca novel berbahasa Inggris. Alhasil semasa SMA, aku sempat alpa dari membaca buku bahasa Inggris. 

Lulus dari SMA aku melanjutkan kuliah di jurusan yang masih sangat minor di Indonesia. Semester awal buku kuliahnya masih ada yang berbahasa Indonesia. Pada titik itu aku berpikir, jika aku hanya belajar dari buku kuliah yang berbahasa Indoneisa, maka aku tidak punya hal yang berbeda dibandingkan teman-teman satu angkatanku. Asal tahu saja, buku kuliah untuk jurusan Ilmu Perpustakaan di Indonesia sangat sedikit sekali yang berbahasa Indonesia. Mau yang berbahasa Inggris? Kamu harus beli lewat Amazon atau market place milik asing. Tidak seperti kebayakan jurusan yang ada di Indonesia.

Memasuki semester 3, tugas-tugas semakin banyak dan tidak bisa kalau hanya menggunakan referensi dalam negeri. Artikel ilmiah yang digunakan oleh dosenku pun juga berbahasa Inggris. Mau tidak mau berarti aku harus mulai membaca materi yang berbahasa Inggris. Meskipun harus tertatih-tatih, akhirnya ya dilakoni juga. Tapi ya masih seputar literatur kuliah, belum sepenuhnya membaca bahasa Inggris sebagai reading for pleasure.

Ticooi The Savior

many thanks to you, Coi
Di tengah masa aku kuliah, isu-isu soal akan diadaptasinya novel John Green yang berjudul The Fault in Our Stars santer terdengar di kalangan para booklr (sebutan untuk book tumblr). Waktu itu aku tidak tahu kalau ternyata buku tersebut sudah diterjemahkan. Karena aku belum punya cukup uang untuk membeli edisi bahasa Inggris (juga belum punya keberanian untuk mulai membaca bahasa Inggris) aku pendam saja keinginan tersebut. 

Pada saat yang sama aku juga iseng follow salah satu akun Twitter, @BookClubID, sebuah komunitas pembaca buku berbahasa Inggris. Dan lewat Twitter tersebut aku dipertemukan dengan Ticooi (nama aslinya Tisa Larasati, gaes). Kami berkenalan dan berujung bertemu plus dipinjami The Fault in Our Stars. Aku dengan jujur berkata pada Tisa kalau aku tidak begitu berani membaca buku tersebut. Eh ternyata Tisa malah menyuruhku untuk membacanya, tidak peduli aku bisa atau tidak, pokoknya harus dicoba. Tisa ini seperti temanku Atika. Dia tidak segan memberikan rekomendasi dan meminjamkan bukunya padaku. Tahun baru 2015 aku habiskan dengan membaca buku-buku berbahasa Inggris milik Tisa yang dengan sukrela ia pinjamkan.

...and I Still Reading It Until Now

Pertemananku dengan Tisa menjadi semakin dekat. Seperti kata pepatah, bergaul dengan tukang jual parfum bisa membuatmu wangi. Karena Tisa ini hobinya mampir ke Periplus, aku jadi ikut ketularan. Yang dulu rasanya aku tidak tahu judul-judul buku yang dijual di sana, sekarang jadi ingin memiliki seisi Periplus. Gara-gara Tisa juga akhirnya aku keranjingan (baca: terbiasa) membaca buku yang ditulis dalam bahasa Inggris dan menjadi semakin mad in love with book

So why do I keep reading in English?

simple answer // sumber


Terbiasa. Tepatnya pada akhir 2014 hingga sekarang aku tidak tahu sudah berapa banyak buku bahasa Inggris (fiksi dan non-fiksi) yang berhasil aku selesaikan. Belum lagi semasa kuliah, aku jadi terpaksa membaca literatur bahasa Inggris karena terbatasnya referensi lokal. Ujung-ujungnya, ketika aku mencoba membaca novel terjemahan, yang ada malah aku sendiri merasa aneh.

Kadangkala, membaca novel bahasa Inggris karena aku lebih nyaman untuk memahami lelucon atau ceritanya dalam bahasa aslinya ketimbang dalam bahasa Indonesia. Bagiku, ada beberapa hal yang tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa kita. Lagipula, karena aku membaca dalam bahasa Inggris, aku masih nyambung dengan dunia fangirling di kalangan teman-teman booklr.

Membaca buku bahasa Inggris membuat pikiran kerja otak kita jadi lebih optimal lo! Kita membaca dalam bahasa yang asing dan kemudian otak harus menerjemahkannya supaya kita mengerti jalan ceritanya. Tidak hanya itu, sudah bukan rahasia lagi kalau membaca adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk menambah kosakata, termasuk kosakata bahasa Inggris. Aku pernah iseng ikut tes TOEFL ITP karena selama ini hanya ikut tes TOEFL-alike. Iseng yang aku maksud disini aku sama sekali tidak belajar. Aku mencoba apakah dalam 2 tahun belakangan aku berusaha membaca bahan pustaka bahasa Inggris dan menonton film tanpa teks terjemahan bisa membantuku. Eh tidak disangka hal tersebut sangat bisa mendongkrak nilai TOEFLku. Lumayan hehehe.

Di samping karena sudah terbiasa dan nyaman, harga buku terjemahan saat ini beda tipis dengan versi bahasa Inggrisnya. Jadi bagiku, ketimbang aku membeli edisi Indonesia yang mana aku belum tentu sreg, tinggal nabung sedikit lagi aku sudah bisa membaca yang edisi aslinya.

sumber


So, you already read how I finally addicted to read English book. Terbukti, dengan aku berani membaca bahasa Inggris, minimal aku jadi lebih bisa berbahasa Inggris dan memiliki pengetahuan yang lebih maju ketimbang lingkungan sekitarku. Semua itu sebenarnya harus bermodalkan nekat dan kemauan yang besar. Jangan minder! Semua orang yang akhirnya bisa membaca buku berbahasa Inggris, awalnya juga harus bolak-balik buku tutup kamus kok.


Atau mungkin kamu punya pendapat sendiri? :)

1 comment:

  1. Makasih ya share-nya, dari dulu banyak buku yang pengin aku baca tapi nggak ada terjemahannya, alhasil harus nunggu, mau baca yang versi asli nggak pede. emang harus nekat sih. sekarang udah ada beberapa buku yang dikumpulin berbahasa inggris, emang perlu waktu lebih lama untuk nyelesein, tapi namanya juga belajar, pelan-pelan pasti terbiasa :)

    ReplyDelete